Terbukti Studi, Inilah Adat Istiadat Asli di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat

Diposting pada

Salam Asli Minang

Sanak sadonyo, bersama ini kami sampaikan tentang bagian asli yang selama ini jadi rahasia dan jarang diketahui.

Adat dan budaya Minangkabau di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, merupakan warisan yang kaya dengan nilai-nilai luhur dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Namun, dalam penerapannya, tidak semua adat sesuai dengan ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat Minangkabau, yaitu Islam.

Pembagian ini penting untuk memahami bagaimana masyarakat Minangkabau memadukan adat dengan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Adat yang cocok dengan agama sering kali memiliki landasan moral dan etika yang sejalan dengan ajaran Islam.

Salah satu contoh adat yang sesuai dengan agama adalah “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah,” yang berarti adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Al-Qur’an.

Prinsip ini menekankan pentingnya menjalankan adat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam hal tata cara pernikahan, adat Minangkabau sangat menghormati proses ijab kabul yang merupakan bagian penting dalam Islam.

Pernikahan dilaksanakan dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditetapkan agama, seperti adanya wali, saksi, dan mahar.

Upacara pernikahan adat Minangkabau pun diwarnai dengan doa-doa dan zikir yang mengagungkan Allah SWT.

Adat juga mengajarkan tentang pentingnya saling menghormati dan membantu antar sesama, yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Pepatah “Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang” yang berarti berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, mencerminkan semangat kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan antar sesama muslim.

Dalam bidang ekonomi, adat Minangkabau mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan berusaha dengan jujur, yang sejalan dengan prinsip Islam.

Pepatah “Usahakanlah bak kato pusako, ndak dapek dengan kato ‘ndak tau’ dan ‘alah kaduo’” mengajarkan pentingnya bekerja maksimal dan tidak mudah menyerah, sesuai dengan ajaran Islam tentang ikhtiar dan tawakkal.

Adat Minangkabau juga menekankan pentingnya pendidikan, yang sejalan dengan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk menuntut ilmu.

Pepatah “Tibo di pamatang, minta di rangkiang” yang berarti sampai di pematang, minta di rangkiang, mengajarkan bahwa seseorang harus selalu belajar dan mencari pengetahuan, sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.

Namun, tidak semua adat Minangkabau sesuai dengan ajaran Islam. Beberapa adat yang tidak cocok dengan agama Islam sering kali terkait dengan praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan tauhid atau kemurnian akidah.

Salah satu contoh adalah tradisi “mandi safar” yang dilakukan pada bulan Safar untuk menghilangkan bala atau sial.

Dalam Islam, kepercayaan kepada bulan atau hari tertentu yang membawa sial tidak sesuai dengan ajaran tauhid.

Selain itu, beberapa ritual dalam upacara adat yang melibatkan sesajen atau persembahan kepada roh nenek moyang juga bertentangan dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah dan semua bentuk persembahan kepada selain-Nya dianggap sebagai syirik, atau mempersekutukan Allah.

Dalam hal ini, beberapa masyarakat Minangkabau telah berusaha untuk menyesuaikan adat tersebut dengan ajaran Islam, misalnya dengan mengganti sesajen dengan doa dan zikir kepada Allah.

Upaya ini menunjukkan bagaimana masyarakat berusaha untuk tetap memelihara adat sambil menyesuaikannya dengan prinsip-prinsip agama.

Adat lain yang kurang cocok dengan ajaran Islam adalah beberapa praktik dalam upacara kematian yang berlebihan dan mengandung unsur-unsur bid’ah.

Misalnya, adat yang mengharuskan keluarga yang berduka untuk mengadakan kenduri besar-besaran dan mengundang banyak orang. Islam mengajarkan bahwa dalam keadaan berduka, keluarga seharusnya didukung dan dibantu, bukan dibebani dengan kewajiban mengadakan pesta atau kenduri.

Namun, banyak masyarakat Minangkabau yang telah menyadari hal ini dan mulai mengubah praktik-praktik tersebut agar lebih sesuai dengan ajaran Islam.

Misalnya, dengan mengganti kenduri besar dengan doa bersama yang lebih sederhana dan tidak memberatkan keluarga yang berduka.

Dalam hal adat pergaulan, beberapa praktik adat yang mengizinkan pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan juga bertentangan dengan ajaran Islam.

Islam menekankan pentingnya menjaga batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menghindari perbuatan zina dan menjaga kehormatan.

Adat yang mengajarkan tentang menjaga martabat dan kehormatan diri serta keluarga sangat sejalan dengan ajaran Islam.

Pepatah “Tagak samo tinggi, duduak samo randah” yang berarti berdiri sama tinggi, duduk sama rendah, mengajarkan tentang kesetaraan dan saling menghormati antara sesama manusia, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menghormati dan menghargai sesama.

Adat juga mengajarkan tentang pentingnya kejujuran dan integritas, yang sejalan dengan ajaran Islam.

Ungkapan “Jan bagak dek awak, bagak dek urang” yang berarti jangan besar kepala karena diri sendiri, besar kepala karena orang lain, mengajarkan pentingnya bersikap jujur dan memiliki integritas dalam setiap tindakan, sesuai dengan ajaran Islam tentang akhlak yang mulia.

Dalam hal menjaga alam dan lingkungan, adat Minangkabau yang mengajarkan untuk tidak merusak alam dan menjaga kelestariannya sangat sejalan dengan ajaran Islam.

Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi yang bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara lingkungan.

Namun, beberapa adat yang melibatkan penggunaan berlebihan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kelestariannya kurang sesuai dengan ajaran Islam.

Islam mengajarkan bahwa manusia harus bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya alam dan tidak boleh merusaknya.

Adat yang mengajarkan tentang pentingnya menghormati orang tua dan leluhur juga sangat sesuai dengan ajaran Islam.

Ungkapan “Anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan” yang berarti anak dipangku, kemenakan dibimbing, orang kampung diperhatikan, mengajarkan tentang pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak-anak dan menjaga hubungan baik dengan kerabat serta masyarakat sekitar.

Namun, beberapa praktik adat yang mengandung unsur penghormatan berlebihan kepada leluhur yang mendekati pemujaan roh dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.

Islam mengajarkan bahwa penghormatan kepada leluhur harus dilakukan dalam batas yang wajar dan tidak boleh mendekati pemujaan atau mempersekutukan Allah.

Secara keseluruhan, adat dan agama di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, memiliki hubungan yang kompleks dan dinamis.

Masyarakat Minangkabau berusaha untuk memadukan adat dan agama dalam kehidupan sehari-hari, dengan berpegang pada prinsip “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”

Melalui upaya ini, mereka berusaha untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur adat Minangkabau sambil tetap menjalankan ajaran agama Islam dengan baik.

Demikianlah informasinya, semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan